Aji, Penjual Nasi Kuning Di Pojok Terminal

Siapa yang tidak kenal Wonomulyo atau yang akrab disebut kappung jawa, hampir semua orang yang ada di Polewali Mandar tidak asing dengan tempat ini, karena sejak dulu kappung jawa dikenal oleh sebagian besar masyarakat sebagai pusat perputaran roda ekonomi, pasar terbesar nan terkenal. Wonomulyo sebagai titik sentra pertemuan antara pedagang dan pembeli dari berbagai penjuru.
Sore itu, saya dan kawan-kawan menyusuri pasar kappung jawa, membelah terik mentari yang sedang ganas-ganasnya menghantam siapa saja yang berani keluar di tempat terbuka. Dengan alasan itu pula, kami bergegas menuju terminal Wonomulyo, berteduh disalah satu tempat disana, agar kulit kami tidak terpapar langsung oleh cahaya matahari dan membuatnya melepuh seketika.
Beruntung sangat beruntung. Iya, kami sampai di tempat yang sangat tepat. Ditengah perjalanan yang terasa sinar matahari berkobar dahsyat, kami singgah di salah satu lokasi yang sangat terkenal di kalangan supir mobil terminal Kappung Jawa. Penjual nasi kuning. Penampakan warung cukup sederhana dengan mengandalkan beberapa peralatan sederhana, seperti kursi, meja yang berbahan material kayu, nasi kuning di atas piring terus berjejer menghinggapi mulut setiap orang yang datang kesana.
Pas sekali, perut saya juga sudah sangat keroncongan, perlu asupan nutrisi. Tanpa basa basi kami bergegas pesan dan makan saja nasi kuning milik Aji. sapaan yang melekat padanya pasca ia menunaikan rukun iman beberapa tahun silam. Berhubung warungnya tidak punya nama kata Aji, saya namai warung yang pertama kali saya kujungi itu dengan nama warung pojok terminal saja. Semoga Aji tidak keberaratan yah.!
Kesan pertama yang saya tangkap dari Aji yang bernamakan Nurliati asal desa Sugiwaras itu, beliau sangat ramah, suka bercanda, kami tidak terhenti-hentinya terbahak-bahak di warungnya. Selain itu, Aji juga sempat menceritakan semua ke kami, kenapa kemudian ia bisa pergi haji. Ia bercerita sembari memoles tumpukan gelas, piring serta perabotan lain-nya dalam ember.
Katanya, saya bisa haji karena warung nasi kuning ini, ceritanya cukup panjang yang ia coba persingkat di waktu yang sebentar itu. Sosok Aji di depan saya, mengajak kami dalam ceritanya menyusuri kondisi terminal tempo dulue. Lantas apa hubunganya Aji dengan terminal?
Ceritanya begini, dulu terminal Wonomulyo (Kappung jawa) pada tahung 2010-2014-an ia sangat ramai, terminal berfungsi sebagai mana mestinya, sehingga Aji Nurliati yang menjual disekitar terminal ketiban untung keras, sebab semua dagangan dalam seharinya ludes, laku garis keras. Tidak tanggung-tanggung ia bisa meraup untung sampai 200rb per harinya, dengan jam kerja dari jam enam pagi sampai jam enam petang ia menjual. Nasi kuning, rokok, roti, serta berbagai hal lainya. Dua tahun melakoni rutinitas itu, Aji Nurliati mendaftarkan diri sebagai salah satu calon jemaah haji pada tahun 2012 sampai ia benar-benar lepas landas ke mekah pada tahun 2015. Pengakuanya semakin dipertegas bahwa ia benar-benar pergi haji karena warung nasi kuningnya yang nampak sangat sederhana itu.
Namun pasca itu, pada tahun-tahun berikutnya, terminal Kappung Jawa tetiba sepi, jejeran mobil dan yang lainya pada minggat. Aji menyaksikan jejeran gardu/ruko lenyap tiada tersisa, hingga kini benar-benar tiada sisa. Gardu/ruko kini beralih fungsi menjadi tempat tinggal saja.

Lantas kenapa warung Aji bisa tetap survive dan tidak terlibas seperti pedagang lainya oleh dampak sepinya terminal Kappung Jawa? Walau kondisi sudah cukup jauh berbeda, ia tetap melakoni rutinitas menjual nasi kuning pojokan terminal, ia mengaku masih bisa untung walau tidak semujur dulu. Waktu menjualnyapun hanya dari pagi jam enam sampai jam 1 siang saja, itupun sekedar menjual nasi kuning dan kawanya tempe. Sangat sepi, kini Aji hanya mengandalkan kawan-kawan sopirnya sebagai pelanggang setia, hampir bisa dipastikan, kalau aji itu hapal dan tau semua sopir yang mangkal di terminal (kecuali supir baru). Kami mengujinya dengan menanyakan beberapa supir kerabat kami-kami di kampung masing-masing, seperti dugaan bahwa Aji tahu persis sopir mana yang kami sebutkan tadi.
Kini, tinggalah Aji di Warung pojok terminal bersama kawan-kawan sopirnya untuk tetap survive dari jilatan sepinya terminal Kappung jawa dalam bayang-bayang kisah tempo dulue yang ramai, untung berlipat ganda dan menunggu para supir tuk sekedar datang menyapa dari rindu yang tak terbendung dari nasi kuning terminal mojok Aji, yang telah teruji setia mendampingi lambung mereka para supir selama puluhan tahun lamanya, dari terminal ramai hingga kini sepi begitu saja.