HT, Sang Penghubung di Desa Ratte

Desa yang jauh dari hiruk pikuk kota, beberapa aspek memang belum sama dengan apa yang ada di kota. Bahkan listrik baru masuk pada tahun 2023. Sinyal untuk saling berkomunikasi pun tidak ditemukan di sini. Rata-rata kampung, jarak dan aksesnya yang sangat sulit menandai kehidupan yang berbeda dari kehidupan masyarakat kota.

Kampung yang dikelilingi hanya gunung, hutan, dan sungai memberikan satu hal yang mungkin terkesan dalam sebuah coretan hidup bagi siapa saja yang mengunjunginya. Tapi ingat, kalian akan dihadapkan pada akses jalan yang kurang ideal bagi masyarakat kota. Akses hanya bisa dilewati jalan kaki ketika musim hujan tiba. Akses yang, ketika kita mengambil jalur lain untuk memakai sepeda motor, membutuhkan biaya yang tidak main-main.

Setelah listrik masuk, sedikit demi sedikit mereka mulai hidup maju. Beberapa upaya dilakukan oleh masyarakat Ratte agar Handphone yang mereka punya berguna sebagaimana mestinya, seperti dengan mengambil usaha wifi dengan sistem voucher yang harganya lumayan terjangkau. Itulah yang mereka pakai untuk bisa saling berkomunikasi dan melihat kehidupan luar, menatap pada layar yang seukuran genggaman orang dewasa itu.

Permasalahannya ialah ketika mereka sudah tidak lagi berada dalam jangkauan wifi, maka Handphone mereka hanya bisa dipakai untuk hal lain, mungkin saja melihat foto, menonton film yang sudah diunduh, mendengarkan musik, atau hal-hal lainnya.

Tetapi di balik keterbatasan itu mereka tidak putus asa, mereka tidak kehilangan cara untuk bisa saling berkomunikasi satu sama lain. Ini terlihat di kalangan orang dewasa kampung ini yang memakai HT untuk saling berkomunikasi satu sama lain, yang mereka sebut sebagai “roje’”. Entahlah kata itu bersumber dari mana, bisa jadi karena orang kota memakainya dengan panggilan “roger” dalam sebuah tontonan film yang tersebar di TV-TV. Ah, lupakan itu.

Fungsi HT ini bagi mereka sangat berarti, dengan jangkauan dan lintas kebun satu ke kebun lainnya, dari dusun satu ke dusun lainnya. Terkadang, pada saat pedagang ikan datang, ia berhenti di titik awal masuk kampung. Rumah yang berada di tengah maupun ujung bisa jadi akan kehabisan kalau ia tidak sigap untuk menunggu di titik tempat pedagang itu berhenti. Dan di sinilah contoh Handy Talky itu sangat membantu masyarakat. Fungsinya sebagai alat komunikasi memperjelas bahwa ia memudahkan.

Handy Talky dipakai warga Desa Ratte sudah berjalan satu tahun dan sangat membantu. Mereka memesan pada orang yang akan berangkat ke kota untuk keperluan lain. Harga dari HT itu pun Rp150.000, harga yang cukup terjangkau untuk mendapatkan jasa yang mahal.

Saya sering melihat Bapak Ipah, yang rumahnya saya tumpangi, ini tiap malam men-charger Handy Talky -nya untuk kepentingan besok. Namun, yang menjadi hal menarik, Handy Talky itu terhubung ke seluruh warga yang kebetulan punya Handy Talky. Tak sedikit dari mereka saling mengeluarkan candaan dalam Handy Talky itu sebagai sapaan nyeleneh.

Saya pun bertanya pada Bapak Ipah apakah Handy Talky ini tidak mengganggu komunikasi mereka sebab semua Handy Talky terhubung satu sama lain dan sangat berisik. “Bisa juga diganti gelombangnya untuk bisa bicara 2-3 orang,” ujar Bapak Ipah. Ah, saya bahkan tidak paham bagaimana sistem HT itu bekerja.

Handy Talky bukan hanya alat komunikasi, ia teknologi yang sangat berguna bagi tempat yang sinyalnya tidak baik. Ia sebagai opsi bagi masyarakat yang saling memberitahu satu hal penting bagi mereka. Pesan yang dibawa oleh gelombang memiliki makna sangat berarti yang mampu memudahkan jalan hidup. Mungkin dunia harus belajar di desa ini tentang bagaimana penggunaan teknologi yang efisien.

Tidak hanya dipakai sebagai satu hal yang berguna, mereka menempatkan teknologi pada porsinya yang semestinya. Handy Talky yang tidak membutuhkan paket data ataupun pulsa sangat diminati masyarakat yang kondisinya seperti Ratte ini, apalagi ketika mereka sudah mulai berangkat ke kebun. Bisa jadi satu dari banyak hal, Handy Talky ini bisa menghubungkan kepada orang yang dituju.

Di tengah keterbatasan akses jaringan dan terpencilnya Desa Ratte dari kemajuan teknologi kota, warga setempat menunjukkan kecerdasan kolektif yang patut dihargai. Mereka tidak menyerah pada keadaan, melainkan mencari celah dalam keterbatasan. Di sinilah Handy Talky hadir sebagai simbol ketahanan, adaptasi, dan kecermatan dalam memanfaatkan teknologi sederhana untuk kebutuhan yang nyata.

Handy Talky menjadi lebih dari sekadar alat komunikasi. Ia menjadi penghubung antara dusun dan kebun, antara pedagang dan pembeli, antara warga dan keluarganya. Dengan harga terjangkau dan tanpa ketergantungan pada pulsa atau jaringan internet, Handy Talky menjawab kebutuhan dasar manusia: untuk saling mendengar dan didengar.

Masyarakat Ratte telah menempatkan teknologi pada tempatnya sebagai alat, bukan gaya hidup. Mereka tidak menggunakan teknologi untuk mengejar kesan modern, tetapi untuk menjawab kebutuhan konkret. Handy Talky menjadi media informasi, alat koordinasi, bahkan sarana hiburan di malam hari, tanpa kehilangan nilai sosial dan kedekatan antarwarga.

Dari Ratte, kita belajar bahwa teknologi bukan tentang seberapa canggih alat yang digunakan, tetapi tentang seberapa bijak dan efektif ia dimanfaatkan untuk memperkuat hubungan manusia. Dunia yang sibuk mengejar sinyal dan kecepatan barangkali perlu menoleh sejenak ke desa ini, tempat di mana gelombang sederhana membawa makna yang besar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup